Takkan Lunas, Takkan Impas
Buat istriku:
Kemarin, kau bercerita banyak tentang betapa sibukmu di kampus. Panitia ini, panitia itu; seminar ini, workshop itu. Pulang tengah malam, berangkat pagi-pagi. Wanita karir (yang benar-benar kerja keras), dan ibu atas 2 anakku. Tanpa aku mendampingimu.
Terima kasih, kau menjadi istri yang bisa kubanggakan. Yang kukagumi, yang membuat aku respek. Terima kasih, kau menjadi ibu bagi anak-anakku, yang menomor satukan mereka, dan tak pernah beralasan terlalu sibuk.
Kemarin, aku berkata: "Hutangku kepadamu terlalu banyak. Pengorbananmu untukku terlalu besar. Bagaimana aku bisa membalasnya? Sampai kapan kita bisa impas?"
Aku tahu jawabnya: takkan pernah lunas, takkan pernah impas. Aku akan selalu dalam posisi berhutang kepadamu. Istriku.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home