Permata Hatiku

Agar aku tak pernah lupa menghitung hari-hari mereka.
Agar tiap hari aku punya waktu memikirkan mereka.
Agar aku selalu punya kenangan tentang mereka.
Mereka, permata hatiku.

Thursday, March 30, 2006

Kolerik?

Buat puteraku:

Dik Abdi, aku mendengar kau habis marah-marah lagi. Aku mendengar kau suka memaksa orang menuruti keinginanmu. Aku mendengar kau bergulung-gulung di lantai toko karena minta es krim.

Aku jadi bertanya mengapa. Temperamenmu begitu berbeda dengan kakakmu. Kemauan kuat, keras hati, berusaha meraih tujuan dengan segala cara. Apakah kau seorang kolerik, dik?

Kalau benar, aku tidak sabar untuk melihatmu bertemu Juru Selamat. Tahu nggak, kakakmu pernah mengatakan ia sudah terima Tuhan Yesus sebelum ia berusia 3 tahun, waktu minggu-minggu pertama kami tiba di Newcastle.

Aku yakin, ketika nanti kau bertemu Kristus dan menerimaNya menjadi Juruselamat dan Tuhanmu, Ia akan ambil alih hidupmu. Ia akan membentukmu, Ia akan memahat watakmu. Sehingga engkau menjadi seperti Paulus, seorang kolerik yang dipakai menjadi pemimpin bagi kemuliaan Tuhan.

Aku tidak sabar melihatmu bertumbuh, aku tidak sabar melihatmu berjalan di depan, memimpin banyak orang untuk hidup bagi Tuhan.

Saturday, March 18, 2006

Rasa Aman

Buat Istriku:

Kemarin, kau mengeluh: "Apakah aku tidak boleh merasa tenang sebentar saja? Setiap kali hidupku settle, sebentar kemudian ada perubahan yang membuatku cemas."

Sedih hatiku mendengarnya. Aku, yang mestinya bisa memberikan rasa aman kepadamu, tidak bisa berbuat apa-apa. Selain berdoa, selain berharap akan yang terbaik untukmu.

Kesedihan dan rasa bersalah memenuhi dadaku. Aku tahu, karena aku lah, maka hidupmu terus menerus berada di dalam ketidakpastian.

Semoga aku segera selesai di sini. Semoga aku segera melihatmu, menemanimu, menjagamu, memberikan rasa aman kepadamu.

Wednesday, March 08, 2006

Pizza

Buat puteriku:

Mbak Wening, kau kemarin pergi ke Pizza Hut dengan Mam. Katanya, kau makan 3 iris garlic bread dan 3 iris pizza. Mbak Wening kangen banget makan pizza, ya?

Waktu kutanya apa giginya lepas untuk makan pizza, kau jawab: "Belum Pap. Mungkin nanti akan lepas kalau makan bakso."

Habis jajan pizza masih mau makan bakso? Wah, nanti jadi gendut, lho. Kayak aku dulu. Sampai-sampai aku dikenal dengan nama "Om Mbul". Padahal sekarang aku sudah kurus, masih juga dipanggil "Gembul".

***

Mendengar kau menikmati jajanmu, mendengar kau menikmati waktu outing dengan Mam, mendengar kau begitu exited ketika bercerita tentang piknikmu, membuatku pengin segera pulang.

Piknik, jajan-jajan, dan glundhung-glundhung denganmu.

Tuesday, March 07, 2006

Gigi Mbak

Buat puteriku:

Mbak Wening, katanya gigimu sudah goyang, ya? Gigi seri atas tengah (sebelah kiri atau kanan?). Wah, kalau itu jadi tanggal, kau akan seperti kelinci ompong... pasti wajahmu jadi lucu sekali.

Nggak apa-apa. Gigi susu itu memang harus lepas, untuk diganti dengan gigi yang lebih kuat. Itu hal biasa. Nanti, dalam hidupmu, kau akan mengalami beberapa kehilangan. Mungkin akan membuatmu bersedih, tetapi kadang kita perlu untuk kehilangan. Untuk memberi ruang kepada yang lebih baru, yang lebih baik, yang lebih sempurna.

***

Mbak Wening, kata Mam kau itu pintar sekali. Sudah bisa membuat ringtone sendiri, sudah bisa mengatur-atur tempo-nya. Siapa sih yang ngajari tentang "tempo"? Kayaknya bukan Mam, deh. Sekarang kau sudah bisa berenang dengan 3 gaya. Sudah pintar naik sepeda.

Wah, aku bangga sekali akan dirimu.

Takkan Lunas, Takkan Impas

Buat istriku:

Kemarin, kau bercerita banyak tentang betapa sibukmu di kampus. Panitia ini, panitia itu; seminar ini, workshop itu. Pulang tengah malam, berangkat pagi-pagi. Wanita karir (yang benar-benar kerja keras), dan ibu atas 2 anakku. Tanpa aku mendampingimu.

Terima kasih, kau menjadi istri yang bisa kubanggakan. Yang kukagumi, yang membuat aku respek. Terima kasih, kau menjadi ibu bagi anak-anakku, yang menomor satukan mereka, dan tak pernah beralasan terlalu sibuk.

Kemarin, aku berkata: "Hutangku kepadamu terlalu banyak. Pengorbananmu untukku terlalu besar. Bagaimana aku bisa membalasnya? Sampai kapan kita bisa impas?"

Aku tahu jawabnya: takkan pernah lunas, takkan pernah impas. Aku akan selalu dalam posisi berhutang kepadamu. Istriku.

Monday, March 06, 2006

Mas Abdi

Buat puteraku:

Hari ini aku mendengar, kau sudah mau menyebut namamu sendiri: "mas Abdi". Selama ini, kau menyebut dirimu dengan "Ao", salam khas dari para Teletubbies.

Hari ini aku mendengar, bahwa kau sudah bisa men-shutdown komputer dan mematikan stabilizer-nya.

Hari ini aku mendengar, bahwa kau sangat menyukai "VCD Kakak", yang berisi rekaman video kakakmu waktu kami tinggal di Newcastle. Katanya, kau selalu menirukan tingkah kakakmu dan menghafal celoteh kakakmu di vcd itu.

Hari ini aku mendengar, kau sangat suka PC game Mr Pottato Head. Katanya, kau tertawa terpingkal-pingkal setiap kali memainkannya.

Hari ini aku mendengar banyak hal tentangmu.
Tak lama lagi, aku akan melihatmu dengan mataku sendiri.

Friday, March 03, 2006

Penyesalan

Buat anak-anakku:

Ada penyesalan. Karena aku tidak bisa ada di sana, ketika hari-hari penting itu datang. I missed so many of your special days. Saat kau pertama mengucapkan kata-kata. Saat gigi susu-mu tumbuh. Saat kau melangkahkan kaki.

Anak-anakku, semoga aku tidak perlu lagi jauh darimu. Semoga aku akan terus berada di dekatmu. Melihatmu tumbuh, menjadi saksi proses kedewasaanmu. Menemani, sebagai bapak, guru, dan sahabatmu.

Bagaimana harus kutebus, waktu-waktu yang telah hilang itu? Bagaimana bisa kubayar, saat-saat yang telah lewat itu?

Aku berjanji. I'll be there for you. Whenever you need me. I'll never let you down.

Anak-anakku, Permata Hatiku

Buat anak-anakku:

Sebening embun pagi, sinar matamu
Bila kupandang wajahmu, aku sayang kepadamu
Seindah mutiara, sebersih salju
Bila kuusap rambutmu, Permata Hatiku

Setiap malam tiba, engkau dalam pelukanku
Kucium, kusayang, dengan penuh haru
Setiap malam tiba, sedang nyenyaklah tidurmu
Kubelai, kumanja, dengan penuh cinta

Di dalam tidurmu, engkau tersenyum
Betapa elok parasmu, Permata Hatiku